Suatu ketika sebuah keluarga kecil berkumpul di malam hari yang gelap berteman pelita yang dinyalakan sang ayah diatas dinding dengan pinggang yang mulai membungkuk karena mengangkat beban sepanjang hari, mereka bercengkrama sebelum pergi tidur.
Seorang anak gadisnya yang masih kecil lantas bertanya pada sang ayah :
“Ayah mengapa pinggangmu mulai bungkuk dan keningmu mengkerut?”
“Hhmm..itu karena aku adalah seorang ayah,” jawab ayahnya.
“Aku tidak mengerti,” kata anak kecilnya menggelengkan kepala.
Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anaknya itu, sembari menepuk nepuk bahunya, kemudian ayahnya berkata :
“Anakku, kamu memang belum mengerti tentang laki-laki.”
Anak kecilnya itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa. Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi.
Di dalam mimpi itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban pertanyaannya ketika ia masih kecil.
“Saat Kuciptakan laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman teduh dan terlindungi.“
“Kuciptakan bahunya yang kekar dan berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya.“
“Kuberikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya.“
“Kuberikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih payahnya.”
“Kuberikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerap
kali menyerangnya.”
“Kuberikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam kondisi dan situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai hatinya.
Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap.Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan mengasihi sesama saudara.”
“Kuberikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan padanya untuk menyadarkan, bahwa istri yang baik adalah istri yang setia terhadap suaminya, istri yang baik adalah istri yang senantiasa menemani dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar dan saling melengkapi serta saling menyayangi.”
“Ketika ia mulai tua, Kuberikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam kebahagiaan dan badannya yang terbungkuk agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya.
“
Anak itu lalu terbangun dan segera berlutut dan berdoa hingga pagi menjelang. Dengan wajah tertunduk ia menghampiri kamar ayahnya yang sudah menua namun tetap bekerja, dan ketika ayahnya berdiri anak wanita itu memeluk dan mencium ayahnya dengan berlinang air mata lalu berkata :
”Ayah, aku mendengar dan merasakan semua bebanmu ayah...”
Refleksi :
Jika ada jasa manusia yang ingin engkau bayar selagi engkau mampu, hargailah jasa seorang ayah.
"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia."
(Amsal 103:13) Anonim