Joseph Kam adalah seorang pengabar Injil yang memberikan vitalitas baru kepada tubuh jemaat-jemaat di Maluku yang ditinggalkan telantar sesudah bubarnya VOC di Indonesia pada tahun 1799. Oleh jemaat-jemaat di Maluku, Kam diberi gelar "Rasul Maluku".
Kam dilahirkan pada bulan September 1769. Ayahnya bernama Joost Kam, seorang tukang pangkas rambut, pembuat rambut palsu, dan pedagang kulit di s'Hertogenbosch, Belanda. Kakeknya berasal dari Swiss. Peter Kam, kakeknya tersebut, datang ke Belanda sebagai tentara sewaan dan di Belanda menikah dengan seorang gadis Belanda.
Keluarga Kam adalah anggota gereja Hervormd (Reform) yang setia, tetapi suasana rumah tangga mereka dipengaruhi oleh semangat pietisme Herrnhut. Mereka memunyai hubungan dengan kelompok Herrnhut di Zeist. Joseph Kam sering mengunjungi kelompok ini sehingga ia sangat dipengaruhi oleh pengajaran mereka.
Setelah Kam menyelesaikan pendidikan rendahnya, ia tidak melanjutkan pendidikannya pada tingkat yang lebih tinggi. Ia membantu ayahnya dalam usaha perdagangan kulit. Dalam usaha perdagangan kulit inilah Kam sering mengunjungi Zeist. Akibatnya, timbul keinginan yang kuat dalam diri Kam untuk memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum percaya. Namun, keinginannya itu ditahannya bertahun-tahun karena orang tuanya tidak rela untuk melepaskannya. Orang tuanya menginginkan agar Joseph tetap membantu usaha perdagangan kulit itu karena kakaknya, Samuel Kam, sudah menjadi pendeta di Berkel.
Pada tahun 1802 ayah dan ibunya meninggal. Usaha perdagangan kulit merosot, dan pada akhirnya kegiatannya dihentikan. Joseph mencari pekerjaan lain, yaitu menjadi pesuruh pada Mahkamah Nasional. Pada tahun 1804 Joseph menikah, namun istrinya meninggal pada waktu melahirkan anaknya yang pertama. Sang anak meninggal pula beberapa bulan kemudian.
Sekarang tekadnya untuk menjadi pengabar Injil sudah bulat. Ia melamar kepada Nederlandsch Zending Genootschap (NZG - Badan Misi Belanda) pada tahun 1807. Ia mempersiapkan diri untuk menjadi pengabar Injil di Den Haag dan Rotterdam pada beberapa orang pendeta. Pada waktu itu NZG belum memiliki sekolah pengabar Injil sendiri. Pada tahun 1811 pendidikan persiapannya dianggap selesai, namun Joseph belum dapat diberangkatkan berhubungan dengan keadaan perang masih berkecamuk. Belanda pada masa ini menjadi negara satelit Perancis sehingga ia terseret dalam peperangan dengan Inggris. Indonesia sendiri dirampas oleh Inggris dari Belanda.
Berhubung Kam belum dapat diberangkatkan, maka NZG meminta kepada kelompok Herrnhut di Zeist memakai tenaga Kam untuk sementara. Di sinilah Kam mendapat latihan yang sangat berguna bagi pekerjaannya kelak di Maluku.
Sementara itu, NZG berusaha mencari jalan untuk menyelundupkan Kam ke Inggris. Bekerja sama dengan London Missionary Society (LMS), Kam dapat dikirimkan ke Indonesia. Namun, LMS harus mengujinya sekali lagi dan ternyata Kam lulus dalam ujian tersebut sehingga ia tidak lagi diharuskan menempuh pendidikan di London. Pada tahun 1813 Kam ditahbiskan menjadi pendeta di London. Penahbisan menjadi pendeta merupakan tindakan yang sangat bijaksana karena dengan itu Kam dapat melayani sakramen di Indonesia. Pada tahun 1814, dalam usianya yang 33 tahun, Kam menuju ke Maluku bersama-sama dengan Brunckner dan Supper. Sambil menunggu kapal ke Maluku, untuk sementara Kam bekerja di Gereja Protestan di Surabaya. Di sini ia membentuk satu kelompok kecil: Orang-Orang Saleh Surabaya. Kelompok ini sangat giat dalam pekerjaan pemberitaan Injil.
Pada tahun 1815 Kam meninggalkan Surabaya menuju Ambon. Pada bulan Maret 1815 Kam tiba di Maluku. Ia memulai pekerjaannya untuk menghidupkan kekristenan di Ambon yang sudah terlalu lama ditelantarkan. Ia mengadakan perkunjungan-perkunjungan ke jemaat-jemaat di Ambon, Haruku, Seram selatan, dan Saparua. Dalam kunjungannya itu, ia berkhotbah, membaptiskan orang, melayani Perjamuan Kudus, memperdamaikan pertengkaran-pertengkaran yang terjadi.
Pada tahun yang sama Kam melangsungkan pernikahannya dengan seorang gadis Indo-Belanda, Sarah Timmerman, yang dengan setia mendampingi Kam dalam pekerjaannya di Maluku.
Kam terus-menerus mengadakan kunjungan ke seluruh kepulauan Maluku, bahkan sampai ke Minahasa, Sangir-Talaud (Sulawesi Utara), dan Timor. Perjalanan-perjalanan ini sangat melelahkan, namun semangat untuk bekerja bagi Tuhan menghiburkannya. Jemaat-jemaat ini dikuatkan dan dihidupkan oleh pelayan-pelayan yang tak kenal lelah dari Joseph Kam.
Karena semakin beratnya pekerjaan, Kam segera meminta tambahan tenaga pengabar Injil dari NZG, segera setelah Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda. Sekarang, setelah berdatangan tenaga-tenaga baru, maka Ambon menjadi pusat untuk Indonesia Timur. Semua pengabar Injil untuk Indonesia Timur harus melewati Ambon. Kini, Kam bersama istrinya bertindak sebagai pembimbing dari tenaga-tenaga baru ini. Sarah mengajarkan bahasa Melayu, sementara Kam membawa mereka ke jemaat-jemaat supaya mereka mengenal pekerjaan secara langsung.
Kam terus saja mengadakan perjalanan keliling mengunjungi jemaat-jemaat sampai ia akhirnya meninggal. Kam menderita sakit parah dalam perjalanannya ke Maluku Tenggara, sehingga ia terpaksa kembali ke Ambon. Segala usaha untuk menyelamatkan jiwanya tidak berhasil. Joseph Kam meninggal pada tanggal 18 Juli 1833 setelah berjerih payah selama 20 tahun lamanya di Maluku.
Kam akan terus dikenang sebagai Rasul Maluku sebagaimana ditulis di atas batu nisannya di Ambon.
Baca Juga :