Nama saya Rino Raymond. Sejak kecil, saya tidak pernah menyukai mama saya. Bagi saya, mama adalah orang yang kerjanya mengomel dan memperlakukan saya dengan kasar. Tidak ada yang berkesan bagi saya waktu itu mengenai dirinya. Bahkan kisah nyata dari bagian kehidupan yang akan saya ceritakan selanjutnya ini adalah diawali berkat ketidakharmonisan saya dengan sang mama.
Karena merasa kurang kasih sayang dari orangtua khususnya mama, saya tumbuh menjadi seorang yang kasar dan pemberontak. Hari-hari remaja, saya lewati dengan berantem, dugem, mabuk, dan berbagai tindakan tidak terpuji lainnya. Saking beraninya waktu itu, saya sempat berurusan dengan ketua gangster dimana saya biasa bergaul. Bagi saya, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang harus saya takuti.
Saya sungguh menikmati hari-hari saya berada di luar rumah. Bagi saya, orang-orang di rumah adalah orang-orang yang tidak penting. Jangan heran makanya jika ketika mama jatuh sakit, saya menolak ajakan kakak saya untuk menjenguknya di rumah sakit. Peristiwa itu pun berlalu dan berjalan waktu saya sudah menjadi seorang pemuda.
Semasa SMA dahulu, saya sempat berkenalan dengan Junaedi Salat (aktor utama Ali Topan Anak Jalanan, pen). Ia dan saya merupakan anggota awal dari Swara Mahardika pimimpinan Guruh Soekarno Putra. Didorong atas rasa kangen tidak berjumpa selama 3 tahun, saya pun menemui Mas Junaedi (demikian saya biasa memanggil Junaedi Salat) di rumahnya. Saling bertukar cerita adalah sebagian besar topik pertemuan hari itu. Namun belum beberapa lama berbincang, saya mendapat telepon dari teman saya yang lain. Ia berkata bahwa anak angkatnya mengalami sakit. Mendengar hal itu, saya dan Mas Jun berangkat ke rumah teman saya itu. Sesampainya di sana, kami membawa anak tersebut ke rumah sakit.
Di rumah sakit - saat menemani anak teman saya yang diopname, saya banyak merenung. Saya melihat kondisi kehidupan saya kok begini terus. Saya bosan dan ingin mengakhiri semuanya. Hari untuk bunuh diri itu tiba. Saya berdiri di atas balkon, bermaksud untuk menerjunkan badan saya ke bawah. Akan tetapi, ketika mau melakukannya, ada satu suara yang berkata untuk saya mengambil jimat dan menemui Junaedi Salat. Saya mengikuti tepat apa yang dikatakan suara itu.
Belum saya mengutarakan lebih banyak isi hati saya, Mas Jun meminta saya untuk mengeluarkan jimat yang ada di kantong baju saya. Ia juga mengajak saya untuk berdoa. Ketika kami berdoa, air mata saya turun dengan deras. Saya begitu merasa dilingkupi oleh kasih Tuhan Yesus. Di rumah Junaedi Salat, saya menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat pribadi saya. Selesai berdoa, kami kembali berbincang. Jelang akhir obrolan kami, Mas Jun bertanya mengenai keadaan orang tua saya. Saya pun mengungkapkan apa yang terjadi dengan papa-mama saya.
Mendengar apa yang saya utarakan itu, Mas Jun mendorong saya untuk menemui mama saya yang sedang menderita sakit. Dia menasehati saya agar saya berdamai dengan mama saya. Tanpa banyak bantahan, anjuran itu saya ikuti.
Mama saya akhirnya meninggal dunia pada tahun 1998. Di tengah kehilangan yang saya alami, ada satu hal yang membuat saya begitu bahagia yakni sebelum mama meninggal dunia, saya telah memaafkan segala kelakuan jahat mama terhadap saya bertahun-tahun lamanya dulu.
"Saya mengucap syukur karena Tuhan berkarya, memotivasi, memproses hidup saya dari hal-hal yang buruk saya anggap, ini seperti cerita film happy ending. Hal-hal buruk yang benar-benar di batas pertahanan kita ternyata di balik itu Tuhan kasih kemenangan yang luar biasa. Banyak proses saya lalui, tapi Tuhan memberi kekuatan. Yang saya mengucap syukur kepada karena saya sudah diselamatkan. Jadi permasalahan apapun yang saya hadapi, saya belajar ingat kembali kasih mula-mula sama Tuhan, Dia sudah selamatkan saya di surga, itu."
Sumber Kesaksian : Rino Raymond
Sumber : Jawaban.com
Searches related to kisah nyata| bukti dan kisah nyata orang-orang mendapatkan keajaiban shalat hajat | kisah nyata siksa kubur | kisah nyata cinta | kisah nyata kehidupan | kisah nyata kristen | kisah nyata islam | kisah nyata yang mengharukan | kisah nyata sedih